blog-img-10

Keterangan : HTTS 2022: Fenomena Rokok Di Kalangan Anak-Anak, Pentingnya Parenting Di Keluarga

Posted by : Administrator

HTTS 2022: Fenomena Rokok Di Kalangan Anak-Anak, Pentingnya Parenting Di Keluarga

Hari Tanpa Tembakau Sedunia memang jatuh pada tanggal 31 Mei. Tujuan diperingatinya hari tersebut adalah agar masyarakat menyadari tentang bahayanya merokok. Tidak dipungkiri memang rokok menjadi salah satu barang konsumsi yang sangat melekat di Indonesia. Bisa dibeli perbatang atau biasa disebut ketengan, setengah bungkus hingga sebungkus atau bahkan lebih, tergantung sejauh mana tingkat kecanduan penikmatnya. Tak hanya orang dewasa, penyebaran rokok kini menyebar ke dunia anak-anak dan remaja. Bahkan sebungkus rokok bisa dihargai dengan Rp 5.000 saja, untuk menarik animo masyarakat dalam menghisap rokok dan ternyata berhasil menggaet konsumen baru. Lantas bagaimana fenomena rokok di kalangan anak-anak begitu tinggi?

“Pertama iklan rokok menjadi faktor banyaknya anak-anak dan remaja yang merokok. Iklan rokok itu harus dibatasi, meskipun perusahaan ini [rokok] tidak dipungkiri menjadi salah satu penyumbang keuangan terbesar bagi negara. Meskipun begitu, seharusnya memang iklan rokok itu harus dibatasi, karena visualisasi tersebut sangat gampang dilihat oleh anak-anak. Ketika iklan tersebut menarik dimata mereka, maka langkah selanjutnya adalah menebak rasa penasaran mereka,” ucap dr. Rita Anggraini, MKM., Kepala Puskesmas Kecamatan Matraman.

Menurutnya,  anak-anak maupun remaja memiliki rasa keingintahuan yang sangat besar untuk mencoba sesuatu yang baru apalagi rokok yang banyak dikonsumsi dan dijual sangat gampang plus murah sangat. Ketika mereka mencoba dan terus mencoba, pada akhirnya akan menjadi ketagihan.

“Jadi saran saya pertama adalah batasi iklan, kedua mau tidak mau harga rokok dinaikkan. Paling tidak itu bisa membatasi anak-anak ke remaja untuk merokok,” lanjut dr. Rita Anggraini.

Kalau ditelisik, iklan perusahaan rokok yang tidak ada gambar rokok (banner, baliho, TV) pun sebenarnya sudah diketahui oleh publik yang melihat. Dengan ciri khas iklan  perusahaan rokok, penontonnya tahu bahwa itu (iklan) milik perusahaan A, misalnya. Bahkan, iklan terselubung mereka juga mengalir ke kegiatan lainnya seperti CSR, bantuan lainnya atau kegiatan olahraga bahkan di event nasional.

Memang, kalau dilihat sekarang gambar di bungkus rokok memang sangat mengerikan. Ada gambar dengan paru-paru yang sudah rusak, leher yang memiliki lubang, dan lainnya. Namun konsumernya tidak takut karena tergantikan oleh kenikmatan dari rokok itu sendiri. Selain itu, untuk menghindari gambar di bungkus rokok, mereka beli lagi kotak khusus rokok yang tanpa gambar sama sekali, sehingga mereka semakin tidak takut.

dr. Rita Anggraini, MKM, Kepala Puskesmas Kecamatan Matraman

Dr. Rita Anggraeni menegaskan bahwa kandungan nikotin dalam rokok benar-benar meracuni di dalam otak, sehingga hanya kenikmatan yang dirasakan bukan masalah kesehatan.

Selain iklan, faktor yang menyebabkan anak-anak hingga remaja merokok adalah orang terdekatnya yang ternyata seorang perokok, contohnya orang tua. Orang tua merokok, anak-anaknya bisa jadi ikut mencontoh orang tuanya, karena mereka berpikir orang tuanya baik-baik saja ketika merokok. Kemudian kita kasih contoh lain, seorang ayah menyuruh anaknya membeli rokok ke warung. Semakin sering sang anak disuruh untuk membeli rokok, maka anak tersebut juga ingin tahu, apa sih rokok ini. Akhirnya ia membeli katakanlah sebatang, kemudian mencoba menghisapnya di pojokan gang, atau bersama teman-temannya.

“Konsumer rokok kalau boleh saya jabarkan, itu kebanyakan dari masyarakat yang ekonominya rendah. Kenapa? Berdasarkan  penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, 7 dari 10 masyarakat yang tidak lulus SD perokok. Mirisnya lagi, rokok menempati posisi ketiga kebutuhan masyarakat setelah beras dan bahan pangan. Sangat miris memang,” ucap dokter yang juga pernah bertugas di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta ini.

Selain keluarga, sekolah juga memiliki peran penting untuk mengedukasi tentang pentingnya bahaya merokok. Kembali lagi, sang anak pun harus bisa paham tentang bahaya merokok. Anak-anak atau remaja bisa paham tentang bahaya merokok, dan ada pula yang mungkin tahu bahaya merokok, tapi pada akhirnya ikut terjerumus karena semua teman pergaulannya merokok, sehingga dikatakan “pro” dengan pergaulannya. Edukasi bahaya merokok inilah yang harus digencarkan dimulai dari keluarga, sekolah dan lingkungan.

“Jadi saya sarankan adalah keluarga harus menjadi benteng utama agar anak-anak tidak merokok. Karena keluarga merupakan pendidik pertama bagi anak-anak untuk mengenal bahaya merokok. Terus terang untuk edukasi bahaya rokok di Puskesmas Kecamatan Matraman ini, kami arahkan pertama kali ke keluarga dahulu. Keluarga harus bisa memberikan edukasi awal kepada anak-anaknya,” papar dr. Rita Anggraini. (bersambung)

 

 

 

Kembali

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

Jl. Kesehatan No 10
Petojo Selatan, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat,
DKI Jakarta 10160

    Kontak

  • +62213451338
    (Senin - Kamis 08:00 - 16.00 WIB)
    (Jum'at 08:00 - 16.30)

    +62 822-1388-8006 (Hotline)
    (Senin - Kamis 08:00 - 16.00 WIB)
    (Jum'at 08:00 - 16.30)

    dinkes@jakarta.go.id

Media Sosial

   Sitemap