blog-img-10

Keterangan : Mental Health di Era Digital: Antara Pemulihan Diri (Healing) dan Tantangan Overthinking

Posted by : Administrator

Mental Health di Era Digital: Antara Pemulihan Diri (Healing) dan Tantangan Overthinking

Hai Sobat Sehat, Kesehatan mental saat ini menjadi salah satu isu penting yang semakin banyak dibicarakan, khususnya di kalangan generasi muda atau Gen Z. Istilah healing (pemulihan diri) populer di media sosial sebagai cara melepas stres, sementara overthinking (berpikir berlebihan) kerap menjadi fenomena yang dialami anak muda di era digital. Paparan informasi tanpa batas dan budaya Fear of Missing Out (FOMO) di media sosial membuat banyak remaja merasa cemas dan terbebani. Pertanyaannya, apakah tren ini hanya sekadar gaya hidup digital atau benar-benar mencerminkan kondisi kesehatan jiwa generasi muda saat ini?

Generasi Z memandang healing sebagai bagian dari self-care atau perawatan diri. Aktivitas sederhana seperti menulis jurnal (journaling), melakukan olahraga ringan, atau meluangkan waktu untuk diri sendiri (me time) diyakini mampu menjaga keseimbangan mental. Pemahaman ini sejalan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh pada tahun 2021 UNICEF dalam Mental Health Toolkit for Young People, yang menekankan pentingnya tindakan sederhana untuk mendukung kesehatan mental. Beberapa di antaranya adalah tidur yang cukup, rutin melakukan aktivitas fisik, serta menjaga hubungan sosial yang sehat. Ketiga hal tersebut dianggap sebagai fondasi penting dalam membangun kesejahteraan jiwa.

Rekomendasi ini semakin relevan jika dikaitkan dengan kondisi global terkini. Situasi ini diperburuk oleh adanya pandemi COVID-19. Hasil meta-analisis global menunjukkan peningkatan signifikan prevalensi gangguan mental pada anak dan remaja selama pandemi. Gejala depresi meningkat hingga 25,2%, sedangkan kecemasan mencapai 20,5%. Faktor-faktor seperti keterbatasan interaksi sosial, tekanan akademik, serta ketidakpastian mengenai masa depan menjadi pemicu utama yang memperburuk kesehatan mental remaja. Dengan demikian, langkah-langkah sederhana self-care yang dipraktikkan generasi muda tidak hanya relevan, tetapi juga semakin penting untuk mencegah dampak lebih lanjut dari tantangan kesehatan mental global.

Selain pandemi, pesatnya perkembangan digitalisasi juga sangat mempengaruhi kesehatan mental remaja. Di satu sisi, dunia digital membuka peluang positif, seperti kemudahan mengakses informasi, mempelajari keterampilan baru, atau memperoleh dukungan sosial. Namun di sisi lain, laporan WHO & UNICEF di tahun 2022 menegaskan bahwa penggunaan digital secara berlebihan membawa risiko nyata seperti cyberbullying, waktu layar (screen time) berlebih, dan paparan konten berbahaya yang dapat mengganggu kestabilan emosional. Dengan demikian, meskipun Gen Z sangat akrab dengan teknologi, mereka juga menjadi salah satu kelompok paling rentan terhadap tantangan kesehatan mental di era digital ini.

Untuk menjawab tantangan kesehatan mental yang semakin kompleks, peningkatan kesadaran masyarakat perlu menjadi prioritas. Edukasi merupakan langkah awal yang sangat penting, misalnya melalui kampanye komunikasi publik di media sosial, penyebaran konten audio-visual, maupun kegiatan edukasi berbasis komunitas. Upaya ini dinilai efektif untuk menjangkau generasi muda secara lebih luas serta mendorong mereka agar lebih peduli terhadap kesehatan mental. Namun, edukasi saja tidaklah cukup. Ketersediaan dukungan profesional yang mudah diakses juga memegang peranan penting. Saat ini, layanan konseling dan pemeriksaan kesehatan jiwa telah tersedia di Puskesmas maupun Rumah Sakit. Kehadiran layanan tersebut memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh bantuan sesuai kebutuhan. Dengan demikian, remaja maupun orang dewasa tidak harus menghadapi permasalahan mental seorang diri, melainkan dapat memperoleh pendampingan dari tenaga kesehatan jiwa yang berkompeten.

Selain memanfaatkan layanan yang ada, Sobat Sehat juga dapat menjaga kesehatan mental dengan langkah-langkah sederhana berikut:

-

Lakukan healing sederhana
Pilih aktivitas yang menenangkan diri tanpa perlu biaya besar, seperti menulis jurnal, berjalan santai, atau bermeditasi.

-

Batasi penggunaan gawai
Kurangi screen time untuk mencegah perbandingan sosial yang berlebihan dan mengurangi risiko gangguan tidur.

-

Bangun dukungan sosial
Jangan ragu berbagi cerita dengan keluarga atau teman dekat. Dukungan sosial terbukti dapat membantu meringankan beban mental.

-

Cari bantuan profesional
Jika rasa cemas atau stres terus berlanjut, segera konsultasikan ke tenaga kesehatan jiwa di Puskesmas, rumah sakit, atau layanan konseling yang tersedia.

Kesehatan mental di era digital ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi, healing memberi ruang bagi generasi muda untuk lebih peduli terhadap kesejahteraan diri. Namun di sisi lain, overthinking justru dapat memunculkan tekanan baru akibat derasnya arus informasi yang terus-menerus hadir dari dunia digital. Untuk menghadapi dinamika ini, dibutuhkan kombinasi yang seimbang antara edukasi berkelanjutan, akses terhadap layanan kesehatan jiwa, serta kesadaran individu dalam menjaga keseimbangan diri. Upaya menjaga kesehatan mental secara mandiri memang penting, misalnya dengan melakukan self-care atau mengatur pola hidup sehat.

Namun, kesiapan individu saja tidak cukup. Setiap orang tetap membutuhkan ruang aman untuk bercerita, berbagi pengalaman, dan mendapatkan dukungan ketika menghadapi masalah. Karena itu, jangan memendam perasaan sendirian.

Nah Sobat Sehat, Apabila kamu merasa membutuhkan teman bicara atau bantuan profesional, segera hubungi layanan JakCare di nomor 0800-1500-119. Layanan ini bersifat gratis, bebas pulsa, dan langsung ditangani oleh Psikolog Klinis yang siap mendengarkan ceritamu serta memberikan pendampingan. Dengan adanya ruang aman seperti JakCare, setiap individu dapat merasa lebih didukung, tidak sendirian, dan memiliki kesempatan lebih baik untuk menjaga kesehatan mental di tengah tantangan era digital.

Ingat, kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
Yuk, cerita ke JakCare – Teman Bicaramu, Ruang Aman Jiwamu. [HG]

 

Referensi:

-

Einstein, D. A., Dabb, C., & Fraser, M. (2023). FoMO, but not self-compassion, moderates the link between social media use and anxiety in adolescence. Australian journal of psychology, 75(1), 2217961. https://doi.org/10.1080/00049530.2023.2217961

-

UNICEF. (2021). Mental health toolkit for young people. UNICEF Thailand. https://www.unicef.org/thailand/reports/mental-health-toolkit-young-people?utm

-

Racine, N., McArthur, B. A., Cooke, J. E., Eirich, R., Zhu, J., & Madigan, S. (2021). Global Prevalence of Depressive and Anxiety Symptoms in Children and Adolescents During COVID-19: A Meta-analysis. JAMA pediatrics, 175(11), 1142–1150. https://doi.org/10.1001/jamapediatrics.2021.2482

-

World Health Organization (WHO) & United Nations Children’s Fund (UNICEF). (2022). Adolescent mental health: Knowledge summary – Time for action. WHO & UNICEF.https://www.unicef.org/documents/adolescent-mental-health-knowledge-summary-time-action

-

Plackett, R., Steward, J. M., Kassianos, A. P., Duenger, M., Schartau, P., Sheringham, J., Cooper, S., Biddle, L., Kidger, J., & Walters, K. (2025). The Effectiveness of Social Media Campaigns in Improving Knowledge and Attitudes Toward Mental Health and Help-Seeking in High-Income Countries: Scoping Review. Journal of medical Internet research, 27, e68124. https://doi.org/10.2196/68124

-

Tam MT, Wu JM, Zhang CC, Pawliuk C, Robillard JM. A Systematic Review of the Impacts of Media Mental Health Awareness Campaigns on Young People. Health Promot Pract. 2024 Sep;25(5):907-920. doi: 10.1177/15248399241232646. Epub 2024 Mar 12. PMID: 38468568; PMCID: PMC11370183.




Kembali

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

Jl. Kesehatan No 10
Petojo Selatan, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat,
DKI Jakarta 10160

    Kontak

  • +62213451338
    (Senin - Kamis 08:00 - 16.00 WIB)
    (Jum'at 08:00 - 16.30)

    +62 822-1388-8006 (Hotline)
    (Senin - Kamis 08:00 - 16.00 WIB)
    (Jum'at 08:00 - 16.30)

    dinkes@jakarta.go.id

Media Sosial

   Sitemap